PSYCHOLOGY + ART
Tuesday, February 7, 2017
Monday, February 6, 2017
Saturday, June 11, 2016
Tugas Psikoterapi
1. Jelaskan Metode Transaksional
Analisis penerapan terapinya !
Jawab :
Analisis
transaksional merupakan salah satu pendekatan Psikoterapi yang menekankan pada
hubungan interaksional.
Dalam penerapan terapinya metode ini menggunakan cara memperhatikan interaksi
antara berbagai status ego (anak,dewasa dan orang tua) saling
berinteraksi dan hubungan antara ketiga status ego itu dapat mendorong
pertumbuhan diri seseorang, tetapi juga dapat merupakan sumber-sumber gangguan
psikologis.
2. Jelaskan perbandingan terapi
individu dan terapi kelompok !
Jawab :
Terapi kelompok, jika dibandingkan
dengan terapi individual, memiliki kelebihan (1) kesempatan untuk mendapatkan
umpan balik segera dan teman sebaya pasien dan (2) kesempatan bagi pasien dan
ahli terapi untuk mengobservasi respon psikologis, emosional, dan perilaku
pasien terhadap berbagai orang, mendapatkan berbagai transferensi
3. Jelaskan Metode terapi Rasional
emotif dalam penerapannya !
Jawaban :
Aktifitas-aktifitas therapeutic utama TRE dilaksanakan dengan satu maksud
utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang
tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya.
Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang
rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang
rasional dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut di
atas, Konselor memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
1.
Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional
yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku.
2.
Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya.
3.
Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya.
4.
Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan
irasional klien.
5.
Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana
keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah
laku di masa depan.
6.
Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
7.
Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan
gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris, dan
8.
Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepiki
sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan iasional dan kesimpulan-kesimpulan
yang tidak logis sekaang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan
cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri.
Langkah-langkah Terapi Rasional
Emotif
1.
Konselor berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian
membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan
pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan
gangguan emosi yang di alami nya.
2.
Menunjukkan kepada klien bahwa ia mampu mempertahankan perilakunya maka akan
terganggu dan cara pikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih
adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
3.
Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak
logis
4.
Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan
tertentu dalam situasi nyata
Teknik-teknik Terapi Rasional Emotif
Terapi realitas bisa ditandai
sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur – prosedurnya difokuskan pada
kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah
lakunya sekarang dan usahanya mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu
klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, teapis bisa menggunakan beberapa
teknik sebagai berikut :
•
Terlibat dalam permainan peran dengan klien.
•
Menggunakan humor.
•
Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun.
•
Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang sesifik bagi tindakan.
•
Bertindak sebagai model dan guru.
•
Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.
•
Menggunakan “terapi kejutan vebal” atau sarkasme yang layak untuk
mengkonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis.
•
Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih
efektif.
•
Manusia berfikir, berperasaan dan bertindak secara serentak. Kaitan yang begitu
erat menyebabkan jika salah satu saja menerima gangguan maka yang lain akan
terlibat sama. Jika salah satu diobati sehingga sembuh, dengan sendirinya yang
dua lagi akan turut terobati.
Atas pandangan itu, walaupun TRE
lebih menitikberatkan aspek kognitif dalam perawatan, tetapi aspek tingkah laku
dan emosi turut diberi perhatian. Oleh sebab itulah dalam TRE, Teknik dalam
terapi ini dibagi menjadi 3 sub pokok, yaitu;
a) Teknik emotif
Teknik ini dilakukan untuk mengubah
emosi klien. Ini sepenuhnya melibatkan emosi klien saat ia melawan
keyakinan-keyakinannya yang irasional. Antara teknik yang sering digunakan
ialah:
a.
Teknik Sosiodrama – Memberi peluang mengekspresikan pelbagai perasaan yang
menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat
secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui
gerakan dramatis.
b.
Teknik ‘Self Modelling’ – Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan
konselor untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia
pada janjinya.
c.
Teknik ‘Assertive Training’ – Digunakan untuk melatih, mendorong dan
membiasakan klien dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya.
b) Teknik kognitif
Teknik ini membantu klien berpikir
mengenai pemikirannya dengan cara yang lebih konstruktif. Klien diajarkan untuk
memeriksa bukti-bukti yang mendukung dan menentang keyakinan-keyakinan
irasionalnya dengan menggunakan tiga kriteria utama: logika, realisme dan
kemanfaatan. Ada empat teknik besar dalam teknik-teknik kognitif:
a.
Teknik Pengajaran – Dalam RET, konselor mengambil peranan lebih aktif dari
pelajar. Teknik ini memberikan keleluasan kepada konselor untuk berbicara serta
menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogikan
berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
b.
Teknik Persuasif – Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya kerana
pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba
meyakinkan, mengemukakan pelbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang
dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
c.
Teknik Konfrontasi – Konselor menyerang ketidaklogikan berfikir klien dan
membawa klien ke arah berfikir yang lebih logik.
d.
Teknik Pemberian Tugas – Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba
melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien
bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari
pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
c) Teknik tingkah
laku
Teknik ini lebih digunakan khusus
untuk mengubah tingkah laku. Teknik ini dinegosiasikan dengan klien atas dasar
sifatnya yang menentang, tetapi tidak sampai membuat kewalahan, yaitu,
tugas-tugas yang cukup menstimulasi untuk mewujudkan perubahan terapeutik,
namun tidak terlalu menakutkan karena justru akan menghambat menjalankan
tugas-tugas tersebut. Teknik ini antara lain:
a.
Teknik Reinforcement – Mendorong klien ke arah perilaku yang diingini dengan
jalan memberi pujian dan hukuman. Pujian pada perilaku yang betul dan hukuman
pada perilaku negatif yang dikekalkan.
b.
Teknik Social Modelling – Digunakan membentuk perilaku baru pada klien melalui
peniruan, pemerhatian terhadap Model Hidup atau Model Simbolik dari segi
percakapan dan interaksi serta pemecahan masalah.
Berdasarkan kepada penjelasan teknik
di atas, dapat dilihat bahawa teknik terapi TRE ini bukan saja terbatas pada
sisi konseling, tetapi juga berlaku di luar sesi konseling.
4. Jelaskan Metode Terapi Prilaku dan Penerapannya
!
Jawaban :
Konselor
tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian
treatment, yakni Konselor menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian
pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara
khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku
yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang
diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.
Pembentukan
hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam proses
terapeutik, peran Konselor yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi
perkuatan. Para Konselor tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan
impersonal sehingga hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya
memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien. .
Bentuk
bentuk terapi Perilaku
1.
Sistematis Desensitisasi, adalah jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang
psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan
lainnya. Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi Pavlov/terapi operant
conditioning therapy yang dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph
Wolpe.
Dalam
metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk
mengontrol rasa takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan
menggunakannya untuk bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan.
Tujuan dari proses ini adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk
menghadapi dan mengatasi phobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut
dalam phobianya.
Fobia
spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses
desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari
sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, mereka cenderung untuk
menghindarinya.
Tujuan
dari desensitisasi sistematis untuk mengatasi ini adalah pola memaparkan pasien
bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir.
2.
Exposure and Response Prevention (ERP), untuk berbagai gangguan kecemasan,
terutama gangguan Obsessive Compulsive. Metode ini berhasil bila efek
terapeutik yang dicapai ketika subjek menghadapi respons dan
menghentikan pelarian.
Metodenya
dengan memaparkan pasien pada situasi dengan harapan muncul kemampuan
menghadapi respon (coping) yang akan mengurangi mengurangi tingkat
kecemasannya. Sehingga pasien bisa belajar dengan menciptakan coping
strategy terhadap keadaan yang bisa menyebabkan kecemasan perasaan dan
pikiran. Coping strategy ini dipakai untuk mengontrol situasi, diri sendiri
dan yang lainnya untuk mencegah timbulnya kecemasan.
3.
Modifikasi perilaku, menggunakan
teknik perubahan perilaku yang empiris untuk memperbaiki perilaku, seperti
mengubah perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui penguatan
positif dan negatif.
Penggunaan
pertama istilah modifikasi perilaku nampaknya oleh Edward Thorndike pada tahun
1911. Penelitian awal tahun 1940-an dan 1950-an istilah ini digunakan oleh
kelompok penelitian Joseph Wolpe, teknik ini digunakan untuk meningkatkan
perilaku adaptif melalui reinforcement dan menurunkan perilaku maladaptive
melalui hukuman (dengan penekanan pada sebab).
Salah
satu cara untuk memberikan dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam
memberikan pujian, persetujuan, dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian
untuk setiap satu keluhan yang umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah
perilaku dalam cara yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil.
4.
Flooding, adalah
teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja dengan
mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan mereka. Misalnya ketakutan
pada laba laba (arachnophobia ), pasien kemudian dikurung bersama
sejumlah laba laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi.
Banjir
ini diciptakan oleh psikolog Thomas Stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah
bentuk pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psychopathologies.
Bekerja pada prinsip-prinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian Pavlov
klasik-di mana pasien mengubah perilaku mereka untuk menghindari rangsangan
negatif.
Tehnik Terapi:
1. Mencari stimulus yang memicu gejala
gejala
2. Menaksir/analisa kaitan kaitan
bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan
normal sebelumnya.
3. Meminta klien membayangkan sejelas
jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh Konselor.
4. Bergerak mendekati pada ketakutakan
yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk
membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai
kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
5.
Latihan relaksasi
Relaksasi
menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut
jantung yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas
neuromuscular. Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa
diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad.
Sebagian
besar metode untuk mencapai relaksasi didasarkan pada metode yang dinamakan
relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam
urutan yang tertentu, dimulai dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke
atas atau sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah
relaksasi atau menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien
mempraktekkan relaksasi sendiri.
Khayalan
mental atau mental imagery adalah metode relaksasi dimana pasien diinstruksikan
untuk mengkhayalkan diri sendiri di dalam tempat yang berhubungan dengan rasa
relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki
keadaan atau pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh Benson, respon
relaksasi.
6.
Observational learning, Juga dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses
utama observasi pembelajaran.
§ Attention to the model.
§ Retention of details (observer harus mampu mengingat
kebiasaan model)
§ Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi)
§ Motivation and opportunity (observer harus termotivasi
melakukan apa yang telah diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan
melakukannya).
§ reinforcement. Punishment may discourage repetition of the
behaviour
7.Latihan
Asertif
Tehnik
latihan asertif membantu klien yang:
1. Tidak mampu mengungkapkan ‘’emosi’’
baik berupa mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung.
2. Menunjukkan kesopanan yang
berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
3. Klien yang sulit menyatakan
penolakan, mengucapkan kata “Tidak”.
4. Merasa tidak punya hak untuk
memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Latihan
asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran.
Misalnya,
klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan
hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan
untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu.
Cara
Terapinya:
Pertama-tama
klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi Konselor, sementara
Konselor mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian,
mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan Konselor
memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada
Konselor tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis,
sebaliknya Konselor melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.
8. Terapi Aversi
Teknik-teknik
pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan
gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah
laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang
tidak diinginkan terhambat/hilang.
Terapi
ini mencakup gangguan, kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme,
Homoseksual, Pedhophilia, Judi, Penyimpangan seksual lainnya.
Teknik-teknik
aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya memberikan
kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak
diinginkan.
Saturday, May 14, 2016
1. Terapi Humanistik-Eksistensial
Definisi dan Sejarah Terapi Humanistik-Eksistensial
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology)
diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an
bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif
dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam
psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme.
Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki
pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada
konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada
salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme
adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh
akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang
menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya,
para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan
untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya,
serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan”
menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
Teori eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi
tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang
berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah
laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam.
Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak
bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan.
Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan
perhatian pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan atau teori
eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang
berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan
menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha
membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut
keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi
kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya
yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses
pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi
potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama
keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri
manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman
atas manusia. Pendekatan Eksistensial-Humanistik dalam konseling menggunakan
sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan
terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu
pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan
konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.
Ø Konsep
Utama Terapi Humanistik-Eksistensial
1. Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu
kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan
memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula
kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih
alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka
pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih
dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia
bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
2. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan
yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan
atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati
(nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan
individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada
kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan
potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia.
Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai
dengan kemampuannya.
3. Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan
hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan.
Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian
dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki
kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna,
sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang
bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi,
keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri
yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak
mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
Tujuan-tujuan Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami
keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan
potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak atas
kemampuannya.
Fungsi dan Peran Terapis dalam Terapi Humanistik-Eksistensial
Terapis dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai
tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di
dalam dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu
pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa
bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang lainnya, tetapi juga
dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Ø Prosedur
dan Teknik Terapi
Menurut Baldwin (1987), inti dari terapi ini adalah penggunaan pribadi
terapi
1. Kapasitas Untuk Sadar Akan Dirinya : Implikasi Konseling.
Meningkatkan kesadaran diri, yang mencakup kesadaran akan adanya
alternative, motivasi, factor yang mempengaruhi seseorang dan tujuan hidup
pribadi, merupakan sasaran dari semua konseling. Adalah tugas terapis untuk
menunjukkan kepada klien bahwa peningkatan kesadaran memerlukan imbalan.
2. Kebebasan dan Tanggung Jawab : Implikasi Konseling.
Terapis eksistensial terus-menerus mengarahkan fokus pada
pertanggungjawaban klien atas situasi mereka. Mereka tidak membiarkan klien
menyalahkan orang lain, menyalahkan kekuatan dari luar, ataupun menyalahkan
bunda mengandug. Apabila klien tidak mau mengakui dan menerima
pertanggungjawaban bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang menciptakan situasi
yang ada, maka sedikit saja motivasi mereka untuk ikut terlibat dalam usaha
perubahan pribadi (May & Yalom, 1989; Yalom 1980).
Terapis membantu klien dalam menemukan betapa mereka telah menghindari
kebebasan dan membangkitkan semangat mereka untuk belajar mengambil resiko
dengan menggunakan kebebasan itu. Kalau tidak berbuat seperti itu berarti klien
tak mampu berjalan dan secara neurotik menjadi tergantung pada terapis.
Terapis perlu mengajarkan klien bahwa secara eksplisit mereka menerima
fakta bahwa mereka memiliki pilihan, meskipun mereka mungkin selama hidupnya
selalu berusaha untuk menghindarinya.
3. Usaha Untuk Mendapatkan Identitas dan Bisa Berhubungan Dengan Orang
Lain : Implikasi Konseling.
Bagian dari langkah terapeutik terdiri dari tugasnya untuk menantang
klien mereka untuk mau memulai meneliti cara dimana mereka telah kehilangan
sentuhan identitas mereka, terutama dengan jalan membiarkan orang lain
memolakan hidup bagi mereka. Proses terapi itu sendiri sering menakutkan bagi
klien manakala mereka melihat kenyataan bahwa mereka telah menyerahkan
kebebasan mereka kepada orang lain dan bahwa dalam hubungan terapi mereka
terpaksa menerima kembali. Dengan jalan menolak untuk memberikan penyelesaian
atau jawaban yang mudah maka terapis memaksa klien berkonfrontasi dengan
realitas yang hanya mereka sendiri yang harus bisa menemukan jawaban mereka
sendiri.
4. Pencarian Makna : Implikasi Konseling.
Berhubungan dengan konsep ketidakbermaknaan adalah apa yang oleh pratis
eksistensial disebut sebagai kesalahan eksistensial. Ini adalah kondisi yang
tumbuh dari perasaan ketidaksempurnaan atau kesadaran akan kenyataan bahwa
orang ternyata tidak menjadi siapa dia seharusnya. Ini adalah kesadaran bahwa
tindakan serta pilihan sesorang mengungkapkan kurang dari potensi sepenuhnya
yang dimilikinya sebagai pribadi. Manakala orang mengabaikan potensi-potensi
tertentu yang dimiliki, maka tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini.
Beban kesalahan ini tidak dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala
yang memerlukan penyembuhan. Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah
menggalinya untk mengetahui apa yang bisa dipelajari klie tentang cara mereka
menjalani kehidupan. Dan ini bisa digunakan untuk menantang kehadiran makna dan
arah hidup.
5. Kecemasan Sebagai Kondisi Dalam Hidup : Implikasi Konseling.
Kecemasan merupakan materi dalam sesi terapi produktif. Kalau klien
tidak mengalami kecemasan maka motivasi untuk mengalami perubahan menjadi
rendah. Jadi, terapis yang berorientasi eksistensial dapat menolong klien
mengenali bahwa belajar bagaimana bertenggang rasa dengan keragu-raguan dan ketidakpastian
dan bagaimana caranya hidup tanpa ditopang bisa merupakan tahap yang perlu
dialami daam perjalanan dari hidup yang serba tergantung kea lam kehidupan
sebagai manusia yang lebih autonom. Terapis dan klien dapat menggali
kemungkinan yang ada, yaitu bahwa melepaskan diri dari pola yang tidak sehat
dan membangun gaya hidup baru bisa disertai dari pola yang tidak sehat dan
membangun gaya hidup baru bisa berkurang pada saat klien mengalami hal-hal yang
ebih memuaskan dengan cara-cara hidup yang lebih baru. Maakala klien menjadi
lebih percaya diri maka kecemasan mereka sebagai akibat dari ramalan-ramalan
akan datangnya bencana akan menjadi berkurang.
6. Kesadaran Akan Maut dan Ketiadaan : Implikasi Konseling.
Latihan dapat memobilisasikan klien untuk secara sungguh-sungguh
memantapkan waktu yang masih mereka miliki, dan ini bisa menggugah mereka untuk
mau menerima kemungkinan bahwa mereka bisa menerima keberadaannya sebagai mayat
hidup sebagai pengganti kehidupan yang lebih bermakna.
Ø Tahap-tahap
Pelaksanaan Terapi Humanistik Eksistensial
Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa teknik dan
konsep psikoanalitik dan juga bisa menggunakan teknik kognitif-behavioral.
Metode ini berasal dari Gestalt dan analisis transaksional. Terdapat tiga tahap
yang dapat dilakukan oleh terapis dalam terapi humaniatik eksistesial, antara
lain :
· Tahap pendahuluan
Konselor mambantu klien dalam mengidentifikasi dan mnegklarifikasi
asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar
eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercemin pada
eksistensial mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah
dalam kehidupan mereka.
· Tahap pertengahan
Klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan
otoritas dan sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru
dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik dan dianggap pantas.
· Tahap akhir
Berfokus untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang
diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan
yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani
eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial,
teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka,
serta bertanggungjawab atas penggunaan kebebasan pribadinya.
Ø Kekurangan
dan Kelebihan Terapi Humanistik-Ekstensial
1. Kelebihan
· Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang
mengalami kekurangan dalam perkembangan dan
kepercayaan diri.
· Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan
sendiri
· Memanusiakan manusia
· Bersifat pembentukan kepribadian, hati
nurani, perubahan
sikap, analisis terhadap
fenomena sosial.
· Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok
digunakan pada
perkembangan klien seperti
masalah karier, kegagalan dalam
perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa
transisi dalam
perkembangan dari remaja menjadi dewasa
2. Kelemahan
· Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang
mistikal
·Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas
· Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi
masalahnya
(keputusan ditentukan oleh klien sendiri)
· Memakan waktu lama.
Subscribe to:
Posts (Atom)