FENOMENA DEPRESI
- 1. DEFINISI
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya,
serta bunuh diri (Kaplan, 2010).
Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat
disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik
neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di
SSP (terutama pada sistem limbik) (Maslim, 2002).
Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang
ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya
penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap
dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat
itu (Kaplan, 2010).
Menurut Wikipedia Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu
keadaan sedih. Kalau menurut saya, depresi bisa diartikan sebagai suatu
kondisi manusia dimana akal fikiran manusia terganggu dan disertai
perasaan sedih , kehilangan minat, dan kegembiraan sehingga
mengakibatkan mood seseorang menjadi terganggu.
- 2. JENIS-JENIS DEPRESI
Jenis-jenis depresi dapat digolongkan kedalam beberapa jenis. Jenis
depresi diklasifikasikan berdasarkan penyebab depresi. Penggolongan atau
klasifikasi depresi hingga saat ini diakui masih sukar diterima
kalangan psikiater. Depresi dikenal sebagai sindroma yang secara klinik
heterogen, dalam arti tidak terdapat satu cara kasifikasi untuk
penggolongan depresi yang diterima secara universal.
Menurut Lumongga (2009) ada beberapa jenis-jenis depresi, seperti yang akan di jelaskan di bawah ini.
- A. Depresi Berdasarkan Tingkat Penyakit
Menurut klasifikasi organisasi kesehatan dunia “World Health
Organization” (WHO) (dalam Lumongga, 2009), berdasarkan tingkat
penyakitnya, depresi menjadi:
- Mild depression/minor depression dan dysthymic disorder. Pada
depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang
setelah kejadian stressfull yang spesifik. Individu akan merasa cemas
dan juga tidak bersemangat. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan
untuk mengurangi depersi jenis ini. Minor depression ditandai dengan
adanya dua gejala pada depressive episode namun tidak lebih dari lima
gejala depresi muncul selama dua minggu berturut-turut, dan gejala itu
bukan karena pengaruh obatan-obatan atau penyakit. Bentuk depresi yang
kurang parah disebut distimia (Dystymic disorder). Depresi ini
menimbulkan gangguan Minor Depression ringan dalam jangka waktu yang
lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal. Gejala depresi
ringan ada gangguan distimia dirasakan minimal dalam jangka waktu dua
tahun.
- Moderate Depression. Pada depresi sedang mood yang rendah
berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik juga walaupun
berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan
bantuan diperlukan untuk mengatasinya.
- Severe depression/major depression. Depresi berat adalah
penyakit yang tingkat depresinya parah. Individu akan mengalami gangguan
dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang
menyenangkan dan penting untuk mendapatkan bantuan medis secepat
mungkin. Deperesi ini dapat muncul sekali atau dua kali dan beberapa
kali selama hdup. Major depression ditandai dengan adanya lima atau
lebih simtom yang ditunjukan dalam major depressive episode dan
berlangsung selama 2 minggu berturut-turut.
- Depresi Berdasarkan Klasifikasi Nosologi
Kasifiasi nosologi dari keadaan depresi telah terbukti bernilai dalam
praktik klinik dan telah dibakukan oleh World Health Organization
(WHO). Menentukan suatu kasus depresi pada kategori nosologi yang tepat
merupakan hal yang penting. Untuk mencapai hal itu diperlukan penilaian
yang menyeluruh dari semua fakta yang diperoleh dari eksplorasi keadaan
psikologisnya. Dan tidak kurang pentingnya adalah yang disebut miieu
situation seperti hubungan penderita dengan lingkungan di mana dia
tinggal dan ekerja (Lumongga, 2009).
Jenis-jenis depresi menurut World Health Organization (WHO) (dalam
Lumongga, 2009), berdasarkan tingkat penyakitnya, dibagi menjadi depresi
psikogenik, depresi endogenik dan depresi somatogenik.
Jenis-jenis depresi menurut WHO berdasarkan tingkat penyakit adalah di bawah ini:
Depresi psikogenik terjadi karena pengaruh psikologis individu.
Biasanya terjadi akibat adanya kejadian yang dapat membuat seseorang
sedih atau stress berat.
Berdasarkan pada gejala dan tanda-tanda, terbagi menjadi:
- Depresi reaktif. Merupakan istilah yang digunakan untuk
gangguan mood depresi yang ditandai oleh apati dan retardasi atau oleh
kecemasan dan agtasi. Dan yang ditimbukan sebagai reaksi dari suatu
pengalaman hidup yang menyedihkan. Dibandingan dengan kesedihan biasa,
depresi ini lebih mendalam berlangsung lama tetapi jarang melampaui
beberapa minggu.
- Exhaustion depression. Merupakan depresi yang ditimbulkan
setelah bertahun-bertahun masa laten, akibat tekanan perasaan yang
berlarutlarut, goncangan jiwa yang berturut atau pengalaman berulang
yang menyakitkan.
- Depresi neurotic. Asal mulanya adalah konflik-konflik
psikologis masa anak-anak (seperti keadaan perpisahan dengan ibu pada
masa bayi, hubungan orang tua anak yang tidak menyenangkan) yang selama
ini disimpan dan membekas dalam jiwa penderita. Proses represi baik yang
sebagian maupun yang seluruhnya dari konfik-konflik tadi merupakan
sumber kesulitan yang menetap dan potensial bagi timbulnya depresi di
kemudian hari. Jauh sebelum timbulnya depresi sudah tampak adanya
gejala-gejala kecemasan, tidak percaya diri, gagap, sering mimpi buruk,
dan enuresis. Juga gejala jasmaniah seperti banyak berkeringat, gemetar,
berdebar-debar, gangguan pencernaan seperti diare dan spasm
Depresi ini diturunkan, biasanya timbul tanpa didahului oleh masalah
psikologis atau fisik tertentu, tetap bisa juga dicetuskan oleh trauma
fisik maupun psikis, kebanyakan depresi endogen berupa suatu depresi
unipolar.
Pada depresi ini dianggap bahwa faktor-faktor jasmani berperan dalam timbulnya depresi, terbagi dalam beberapa tipe:
- Depresi organic. Disebabkan oleh perubahan perubahan
morfologi dari otak seperti arteriosklerosis serebri, demensia senelis,
tumor otak, defisiensi mental, dan lain-lain. Gejala-gejalanya dapat
berupa kekosongan emosional disertai ide-ide hipokondrik. Biasanya
disertai dengan suatu psychosyndrome akibat kelainan lokal atau difusi
di otak dengan gejala kerusakan short term memory, disorientasi waktu,
tempat, dan situasi disertai tingkah laku eksplosif dan mudah terharu.
- Depresi simptomatik. Merupakan depresi akibat atau bersamaan
dengan penyakit jasmaniah seperti Penyakit infeksi (hepatitis,
influenza, pneumonia), Penyakit endokrin (diabetes mellitus,
hipotiroid), Akibat tindakan pembedahan, Pengobatan jangka panjang
dengan obat-obatan antihipertensi, Pada fase penghentian kecanduan
narkotika, alkohol dan obat penenang.
- 3. PENYEBAB
Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara buatan
dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.
- A. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin
biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA
(Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam
darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood.
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin
dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada
pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada
terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam
patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada
depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang
menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana
konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala
depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin,
amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).
Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan
aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung
neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya
disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan
fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik
yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat
menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin
yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon
pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti
(Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA
yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi
diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem
limpik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan
neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi CRH dipengaruhi
oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan
Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem
endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH
di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004).
Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen.
Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap
neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama
dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase (Unutzer dkk, 2002).
Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter. Sistem saraf pusat
mengalami kehilangan secara selektif pada sel – sel saraf selama proses
menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak
selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang
lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra,
serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan bahwa
ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari
noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya
untuk fungsi aktivitas menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun
dibandingkan dengan umur 60-an tahun (Kane dkk, 1999).
- B. Faktor Genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di
antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita
depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan
dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot
dan 40% pada kembar monozigot (Davies, 1999).
Oleh Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak
disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan
dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua
bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap
penyakit adalah genetik.
- C. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah
kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor
psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut
usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor
psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi,
kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan
isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif
(Kaplan, 2010) Sedangkan menurut Kane, faktor psikososial meliputi
penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan hubungan intim,
penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit
fisik (Kane, 1999).
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa
kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan
yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial (Kaplan, 2010).
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood
dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa
kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan
bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset
depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu
episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor
psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai,
atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung
lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat
menimbulkan depresi (hardywinoto, 1999).
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat
pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik,
diduga mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan
kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi
sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).
Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud,
dinyatakan bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan
depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmud Freud
sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan antara
kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang
dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi
dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin
merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk melepaskan suatu objek, ia
membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa
pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam
hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan
orang yang berkabung tidak demikian.
Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari
kejutan listrik yang tidak bisa dihindari, secara berulang-ulang,
binatang akhirnya menyerah tidak melakukan usaha lagi untuk menghindari.
Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia
yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip
(Kaplan, 2010).
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu,
menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup,
penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang
negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Kaplan, 2010)
- 4. DAMPAK
Dilihat dari faktor – faktor penyebab depresi, bisa kita ambil dampak
yang akan terjadi akibat depresi tersebut. Di bawah ini akan dijelaskan
dampak-dampak depresi secara lebih rinci.
- Bunuh Diri
Walaupun banyak orang yang depresi yang tidak bunuh diri, depresi
yang tidak ditangani dapat meningkatkan resiko percobaan bunuh diri.
Sangat sering bagi individu yang mengalami depresi memiliki pikiran
untuk bunuh diri (Lumongga, 2009).
- Gangguan Tidur : Insomnia dan Hypersomnia
Insomnia atau kesulitan tidur bukanlah suatu penyakit, insomnia
adalah cara tubuh bereaksi terhadap stress, jumlah waktu tidur yang
dibutuhkan oleh tiap orang berbedabeda, kebanyakan orang dewasa
memerlukan tidur delapan jam setiap malam, jika kita tidak mendapatkan
cukup tidur, kita akan merasa mengantuk di siang harinya. Pola tidur
berubah sesuai dengan usia, misalnya, orang yang lebih tua tidur siang
dan lebih sedikit di malam hari (Kusumawardhani, 2006)
- Gangguan dalam Hubungan
Sebagai akibat dari depresi, seseorang cenderung mudah tersinggung,
senantiasa sedih sehingga lebih banyak menjauhkan diri dari orang lain
atau dalam situasi lain menyalahkan orang lain, hal ini menyebabkan
hubungan dengan orang lain menjadi tidak baik (Lumongga, 2009).
- Gangguan dalam Pekerjaan
Pengaruh depresi sangat terasa dalam kehidupan pekerjaan seseorang.
Depresi meningkatkan kemungkinan dipecat dan pendapatan yang lebih
rendah. Depresi mengakibatkan kerugian dalam produksi karena absenteisme
ataupun performa yang sangat buruk. Pekerja dengan depresi juga
kehilangan lebih banyak waktu karena kesehatan yang buruk daripada
pekerja yang tidak mengalami depresi (Lumongga, 2009).
- Gangguan Pola Makan
Depresi dapat menyebabkan gangguan pola makan dan gangguan pola makan
dapat menyebabkan depresi, pada orang yang menderita depresi terdapat
dua kecenderungan umum mengenai pola makan yang secara nyata
mempengaruhi berat tubuh badan yaitu, tidak selera makan dan keinginan
makan-makanan yang manis bertambah. Beberapa gangguan pola makan yang
diakibatkan oleh depresi adalah bulimia nervosa, anoreksia nervosa dan
obesitas (Kusumawardhani, 2006).
- 5. ALTERNATIF PENANGGULANGAN
Penanggulangan depresi dibagi dua : terapi psikososial dan terapi biologi melalui pemberian obat.
Pemberian obat anti depresan berfungsi untuk meningkatkan atau
mengatur kembali serotonin dan norepinefrin agar seimbang. Biasanya obat
bersifat serotonergik dan noradrenergik yang artinya meningkatkan
serotonin atau norepinefrin ataupun keduanya. Ada beberapa obat
antidepresan misalnya golongan serotonin selective re-uptake inhibitor
(SSRI).
Pendekatan lain adalah terapi psikososial melalui konseling psikologi
dan psikoterapi. Psikoterapi yang paling cocok untuk penderita depresi
adalah Cognitive behavior therapy (CBT), yaitu terapi yang mengajak
penderita untuk mempelajari bagaimana mencerna atau mempersepsikan
peristiwa kehidupannya. Mulai dari persepsi yang tidak rasional/negatif
dibawa ke persepsi yang rasional/positif.
Pada depresi ringan, pengobatan cukup dilakukan dengan pendekatan
psikososial misalnya konseling, psikoterapi dan CBT. Depresi sedang atau
berat selain terapi psikososial juga harus diberikan obat, bahkan
ditambah dengan Electro Shock Therapy (EST), yaitu terapi elektro
kompulsif atau sering disebut terapi kejang listrik. Penderita
diberikan kejang listrik dikepala yang akan menimbulkan respon kejang
untuk perubahan neurokimia diotaknya sehingga menimbulkan regulasi
neurokimia.
Depresi dapat dipulihkan atau dikontrol. Pola hidup yang salah dapat memicu timbulnya
depresi.Untuk
depresi kambuhan ,obat diberikan sampai 6 bulan, setelah itu
dihentikan. Dan untuk penderita yang sering kambuh biasanya obat
diberikan 1-2 tahun. Secara umum pengobatan depresi minimal 6 bulan.
Jika cuma 2 minggu atau 2 bulan hanya akan menimbulkan efek penyembuhan
sementara atau hanya menekan gejala. Obat-obat anti depresan baru
bermanfaat setelah pemakaian minimal 2 minggu-1 bulan.
Secara Umum efek samping obat anti depresan adalah :
- Mual
- Muntah
- Mengantuk
- Insomnia
- Sakit kepala
- Berkeringat
- Penambahan berat badan
- Konstipasi
- Mulut kering
- Tremor
- Disfungsi seksual
- Nyeri otot
- Kemerahan
Khusus untuk depresi prahaid, dokter biasanya akan memberikan
pyridoxine (vitamin B6) setiap hari. Jika depresi akibat infeksi, maka
jangan terlalu tergesa-gesa kembali ke jadwal sehari-hari setelah
sakit. Jaga makan yang cukup dan tidur yang cukup untuk mempercepat
pemulihan.
Perlu diketahui bahwa peran keluarga dan lingkungan sekitar juga ikut
mempengaruhi kesembuhan akibat depresi. Jika penderita selalu
diingatkan bahwa kita selalu peduli pada mereka, maka ini akan
mengurangi dampak depresi seperti perasaan terisolasi (terasingkan),
misalnya. Sehingga diharapkan nantinya penderita akan termotivasi untuk
bisa pulih kembali.
DAFTAR PUSTAKA
buku : kesehatan mental (kholil lur rochman , s.ag., m.s.i) fajar media press