- a) French dan Raven, Kekuasaan adalah kemampuan potensial dari seseorang
atau sekelompok orang untuk mempengaruhi yang lainnya didalam system yang
ada.
b) Max Weber, Kekuasaan itu dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang
membuat seorang actor didalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu
jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan
halangan.
c) Walter Nord, Kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mencapai suatu
tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya.
d) Miriam Budiardjo, Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok
untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku
e) Ramlan Surbakti, Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain
untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.
lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan.
B) Sumber – Sumber Kekuasaan
Kekuasaan dapat diperoleh karena posisi seseorang (kekuasaan jabatan) dan
karena pengaruh pribadi atas orang lain. Di dalam organisasi kedua macam
kekuasaan tersebut dapat terjadi. Kekuasaan jabatan bergantung kepada setinggi
apakah jabatan yang dimiliki seseorang. Semakin tinggi jabatan, akan semakin
tinggi pula kekuasaan yang diperoleh. Meskipun demikian, dalam hal tertentu
kekuasaan yang dimilikinya juga dibatasi oleh kekuasaan yang dimiliki orang lain.
Kekuasaan pribadi bergantung kepada sejauh mana orang lain mempercayai,
mendukung, menghormati dan terikat kepada pemegang kekuasaan pribadi.
Demikian pula, di dalam organisasi kekuasaan seringkali cenderung berlangsung
secara timbal balik antara atasan dan bawahan. Hal ini dimungkinkan oleh adanya
saling membutuhkan di antara mereka. Atasan mempunyai kekuasaan atas bawahan,
tetapi sebaliknya bawahan juga dapat mempengaruhi kekuasaan yang dimiliki atasan
dengan hasil karya (kinerja) yang ditunjukkan oleh bawahan.
Menurut French dan Raven (1959), ada lima sumber kekuasaan, yaitu :
1). Reward Power (kekuasaan imbalan)
Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran
atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan
terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain
menemukan kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah ‘jika anda dapat menjamin
atau memberi kepastian gaji atau jabatan saya meningkat, anda dapat menggunkan
reward power anda kepada saya’. Pernyataan ini mengandung makna, bahwa
seseorang dapat melakukan reward power karena ia mampu memberi kepuasan
kepada orang lain.
2). Coercive Power (kekuasaan paksaan)
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan
untuk memberi hukuman kepada orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan
merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan
tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan.
Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan
akan membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas
perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin
bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya.
3). Referent Power (kekuasaan referen)
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam
arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau
persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang
pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu
melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan
atasannya.
4). Expert Power (kekuasaan ahli)
Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diri pada suatu keyakinan
bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan,
keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan
- akan dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu,
jalan pemecahan yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert
power.
5). Legitimate Power (kekuasaan legitimasi)
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika
seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur
dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini
bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki
senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang
tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.